100% ORIGINAL
Maskulinisme dalam Konstruksi Ilmu
- Stock: Gudang Penerbit
- Penulis: Rachmad Hidayat
- Penerbit: UGM Press
- Model: 9786023868742
Rp58,000
Rp43,500
Pengiriman Ke DKI JAKARTA Ongkos Kirim Rp 0 Khusus member Grobprime (GRATIS TRIAL) | JOIN |
Deskripsi
Buku ini ditulis sebagai bentuk ketertarikan penulis terhadap sudut pandang dan model berpikir kritis feminisme dalam filsafat, khususnya dalam epistemologi dan filsafat ilmu. Teori pengetahuan dan filsafat ilmu feminisme menunjukkan bahwa gender sebagai tatanan sosial-politik yang mapan menyediakan atmosfer berpikir yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Pada tatanan yang mana laki-laki memegang kendali atas akses-akses paling mendasar pada produksi pengetahuan, hal tersebut menghasilkan atmosfer maskulin yang mana dunia laki-laki menjadi norma pengetahuan dan berada di atas wilayah kritik. Bentuk pengetahuan dan ilmu yang muncul dalam atmosfer tersebut bukan hanya mewakili cara berpikir laki-laki tentang dunianya, melainkan lebih jauh merefleksikan cara mereka memosisikan diri dan dunia di luarnya. Model pengetahuan yang kemudian menjadi dominan ini bukan hanya mendorong pada apa yang bisa disebut penyingkiran epistemologis terhadap kelompok sosial-politik marginal, melainkan juga menciptakan dominasi epistemologis bagi laki-laki dalam berbagai konteks sosial.
Pemikiran feminisme juga membuka cakrawala yang berbeda. la tidak hanya mengenai ilmu dan pengetahuan, tetapi juga lebih jauh tentang cara manusia sendiri dalam melembagakan keterhubungannya dengan dunianya. Pemikiran feminisme dalam epistemologi dan filsafat ilmu menunjukkan bahwa ilmu bukan hanya mewakili cara manusia memahami dunia di luarnya, melainkan juga merefleksikan cara manusia memosisikan dirinya di dalam dunia dan orientasinya dalam berinteraksi dengan dunia tersebut. Cara berpikir yang mengandaikan keterpisahan dan superioritas manusia atas dunianya akan menghasilkan karakter pengetahuan yang dominatif dan manipulatif.
Argumentasi utama buku ini adalah pengetahuan selalu bergender, demikian juga ilmu. Hal ini berarti, tatanan gender yang sudah umum dijumpai dalam situasi sosial, budaya, dan politik memberikan pengaruh yang mendasar pada produksi, distribusi, institusionalisasi, dan aplikasi pengetahuan serta implikasinya bagi posisi laki-laki dan perempuan dalam tatanan tersebut. Ilmu, dapat dikatakan, dihasilkan di dalam dan berkontribusi pada tatanan tersebut. Namun, pada saat yang sama, ilmu juga memungkinkan perubahan atas tatanan tersebut apabila kehendak pada keadilan dan kesetaraan dapat ditanamkan dalam konstruksi pengetahuan melalui sumber-sumber pengetahuan alternatif.
Buku ini dapat diterima sebagai semacam upaya untuk memperkenalkan pemikiran feminisme dalam disiplin epistemologi dan filsafat ilmu. Kajian atas khazanah pemikiran feminisme di bidang ini masih belum tersentuh untuk konteks kajian filsafat di Indonesia. Hal ini sebenarnya mencerminkan terbatasnya diskusi tentang kritik dan pemikiran feminisme dalam tradisi epistemologi dan filsafat ilmu itu sendiri. Bagi sebagian besar mereka yang berkecimpung di dunia ilmu-ilmu sosial dan humaniora, filsafat itu sendiri, apalagi epistemologi, merupakan wilayah studi yang sulit. Dengan memperkenalkan feminisme, membuat seolah-olah kajian ini menjadi lebih ruwet dan secara akademik hampir tak terjangkau. Barangkali hal-hal tersebut yang membuat pemikiran feminisme dalam studi ini nyaris tidakterdengar di dunia akademik di I ndonesia.
Pemikiran feminisme juga membuka cakrawala yang berbeda. la tidak hanya mengenai ilmu dan pengetahuan, tetapi juga lebih jauh tentang cara manusia sendiri dalam melembagakan keterhubungannya dengan dunianya. Pemikiran feminisme dalam epistemologi dan filsafat ilmu menunjukkan bahwa ilmu bukan hanya mewakili cara manusia memahami dunia di luarnya, melainkan juga merefleksikan cara manusia memosisikan dirinya di dalam dunia dan orientasinya dalam berinteraksi dengan dunia tersebut. Cara berpikir yang mengandaikan keterpisahan dan superioritas manusia atas dunianya akan menghasilkan karakter pengetahuan yang dominatif dan manipulatif.
Argumentasi utama buku ini adalah pengetahuan selalu bergender, demikian juga ilmu. Hal ini berarti, tatanan gender yang sudah umum dijumpai dalam situasi sosial, budaya, dan politik memberikan pengaruh yang mendasar pada produksi, distribusi, institusionalisasi, dan aplikasi pengetahuan serta implikasinya bagi posisi laki-laki dan perempuan dalam tatanan tersebut. Ilmu, dapat dikatakan, dihasilkan di dalam dan berkontribusi pada tatanan tersebut. Namun, pada saat yang sama, ilmu juga memungkinkan perubahan atas tatanan tersebut apabila kehendak pada keadilan dan kesetaraan dapat ditanamkan dalam konstruksi pengetahuan melalui sumber-sumber pengetahuan alternatif.
Buku ini dapat diterima sebagai semacam upaya untuk memperkenalkan pemikiran feminisme dalam disiplin epistemologi dan filsafat ilmu. Kajian atas khazanah pemikiran feminisme di bidang ini masih belum tersentuh untuk konteks kajian filsafat di Indonesia. Hal ini sebenarnya mencerminkan terbatasnya diskusi tentang kritik dan pemikiran feminisme dalam tradisi epistemologi dan filsafat ilmu itu sendiri. Bagi sebagian besar mereka yang berkecimpung di dunia ilmu-ilmu sosial dan humaniora, filsafat itu sendiri, apalagi epistemologi, merupakan wilayah studi yang sulit. Dengan memperkenalkan feminisme, membuat seolah-olah kajian ini menjadi lebih ruwet dan secara akademik hampir tak terjangkau. Barangkali hal-hal tersebut yang membuat pemikiran feminisme dalam studi ini nyaris tidakterdengar di dunia akademik di I ndonesia.
Ulasan
Tags: Rachmad Hidayat,
BK10