- Stock: Stok Tersedia
- Penulis: Auryn Vientania
- Penerbit: Bukune
- Model: 9786022204831
- MPN: BK231172
Pengiriman Ke DKI JAKARTA Ongkos Kirim Rp 0 Khusus member Grobprime (GRATIS TRIAL) | JOIN |
Deskripsi
Deskripsi Buku
Desember bagi Amai adalah waktu untuk menonton pertunjukan teater Bhanu-lelaki yang ditemuinya tiga bulan lalu, tapi rasanya sudah ia kenal sejak lama.
Desember bagi Asyera adalah perenungan tentang perjalanan enam tahun bersama kekasihnya, Alga. Haruskah ia bertahan hanya karena sudah terlalu lama bersama?
Desember bagi Djoeli adalah pertemuan-pertemuan dengan Khadafi dalam ruangan rapat. Mencuri pandang sambil menaruh harap di antara dua puluh lima orang lainnya.
Desember bagi Keisha adalah kesempatan untuk membalik permainan dengan menyatakan cinta kepada Laskar setelah membuat laki-laki itu menunggu selama setahun.
Desember bagi Alesha adalah sendiri bersama salju musim dingin di Turki, menunda pulang ke Jakarta, karena takut bertemu masa lalu.
Desember adalah perhentian, tapi juga keputusan. Titik balik, juga titik Dan jikalau semua ini telah berlalu, apa yang akan terjadi pada mereka ?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mengenal orang lain? Seminggu? Sebulan? Setahun? Pertanyaan yang setiap hari berenang di benakku. Gaduh dan gemuruh pertanyaanpertanyaan itu kutanyakan pada diri sendiri. Mungkin untuk mengenal seseorang membutuhkan jeda agar dapat memilahmilah.
Banyak orang datang di hidupku, ada yang sudah mengenal bertahun-tahun namun hanya sebatas tahu nama, ada yang baru mengenal beberapa minggu tapi sudah terasa akrab. Banyak orang itu pun tak menjamin mereka akan tetap tinggal, tapi ada berapa kebetulan yang bisa kuharapkan?
"Mai?"
Suara Adina menghancurkan lamunanku.
"Lo nggak apa-apa, kan?"
Ada jeda sebelum aku menjawab. Jeda tiga detik yang cukup membuat Adina mengerti memang ada apa-apa.
"Wanna talk about it?" tanya Adina lagi, dengan tatapan yang menunggu jawaban.
Kualihkan pandangan kembali pada buku sketsa di depanku. tidak menggeleng atau mengatakan tidak untuk menolak bercerita. Aku hanya tersenyum dan lanjut menggambar.
"Lo itu ya, selalu begitu," kata Adina kembali memilih menyantap hidangannya.
Pelan-pelan dengan kepala yang masih terasa melayang,